Kamis, 14 Februari 2019

Part II

Perkenalan kami dimulai dengan cara yang sangat aku benci yaitu lewat chat.
Aku benci kenalan lewat chat karena aku pernah terluka dan aku tahu aku tidak bisa akan lupa setiap detail kejadian penyebab luka itu. Tidak akan pernah.

"Aku cuma iseng aja kok. Kelamaan sendiri kadang kan bosan. Walaupun banyak kerjaan dan ada kalian yang selalu ada buat aku, tapi kan aku juga ingin sekali-sekali diperhatiin dengan cara yang berbeda sama orang lain.." terangku saat menceritakan keisenganku membuka web mencari pasangan ke sahabat-sahabatku.

"Ga kapok kamu sama kejadian dulu?" Tanya Mila.
"Aku cuma iseng aja.. ga akan ada juga akan seriusan. Iseng aja. Ga perlu serius-serius banget deh." Jawabku
"Kita cuma ga mau kamu diboongin lagi dan mengulang kesalahan yang sama. Get real lah, Ri. Keluar, bersosialisasi, jangan cuma main sama anak-anak muda di gereja kamu aja. You deserve your own life." Kata Yuli.

Entahlah..aku sudah tidak terpikir lagi untuk mencari kemana-mana. Usiaku sudah tidak muda dan aku memang tidak suka untuk pergi ke keramaian. Aku memang memilih untuk melayani anak-anak muda. Aku melewatkan masaku dulu dan aku tidak mau mereka juga melewatkan masa mereka.

" Kalau beneran ada yang mau serius gimana?" tanya Wildy.
" Bagus lah.. berarti aku ga akan sendiri lagi" jawabku ringan, "Lagian ga akan ada yang berani serius karena aku akan bilang kalau aku cari suami. Mereka pasti kabur kalau diajak serius.. seribu alasan. Tenang aja.. cuma main-main aja."

"Ri, kamu kenapa aneh banget sih.. kamu pengen punya hubungan serius tapi kalau ada yang beneran mau serius kamu ga yakin?" Tanya Wildy. "Kamu mau punya pasangan, tapi kamu meyakini kalau semua yang kamu lakukan cuma iseng. Kamu yang ajarin kita bahwa apa yang kamu pikirkan itu yang akan terjadi."

Aku menarik nafas dalam-dalam. Mungkin aku memang benar salah. Aku selalu memulai dengan ketidak seriusan, maka akhirnya ga pernah jadi serius. Aku tidak yakin dari awal, cuma ingin iseng dan main-main saja, makanya akhirnya pun cuma main saja.

Entahlah...
Kejadian lama terlalu menyakitkan dan sampai saat ini rasa itu tidak bisa hilang dan membuatku selalu ragu. Terbayang jika kegagalan itu terulang dan rasa sakit itu kembali lagi padahal sudah aku coba lupakan. Apa aku benar belum memaafkan? Tiap malam aku berdoa meminta supaya aku mampu memaafkan dan menjalani dengan ikhlas, tapi kenapa setiap kali melangkah masuk ke sana, rasanya sulit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar