Senin, 22 November 2010

LADY

Cuaca terasa begitu panas, bahkan angin pun tidak bertiup. Semua terlihat begitu kering, kecuali tubuh Lady yang sudah basah oleh keringat. Seragam putihnya menempel di kulit Lady yang putih.
“Uh.. kemana sih kak Raja? Lama banget kelarnya.” Keluh Lady sambil mengusap keringat yang membasahi kening dan yang mengalir menuruni pipinya.
Lady sudah menunggu Raja selama 20 menit di lapangan parkir, tempat biasa Raja memarkirkan motor bebeknya.
“Di, loe lagi nungguin Raja ya?” sebuah suara tiba-tiba datang dari belakang Lady.
Lady berbalik dan melihat asal suara itu. Ternyata Andi, sahabat kakaknya. “Iya, kak. Kak Raja dimana ya? Kok belum keliatan dari tadi.. apa ada pelajaran tambahan ya?” Tanya Lady dengan penasaran. ”Biasa kak Raja tidak pernah telat selama ini.”
“Ngak kok.. ngak ada pelajaran tambahan. Raja ngak bilang ke kamu kalau dia bakal pulang telat hari ini?” Andi malah balik bertanya.
“Ngak. Memangnya ada apa?”
“Noh… Raja ada di lapangan basket.” Jawab Andi sambil menunjuk ke arah lapangan dengan memanyunkan bibirnya. “Gw jalan dulu ya, Di. Ada janji ma cewe gw. Dah..” Kata Andi sambil berlalu dengan motor balapnya yang sudah sengaja dibuat berisik.
Lady pun berlari ke arah lapangan basket yang jaraknya cukup jauh dari tempat parkir. Sampai di sana, pandangan Lady langsung menyusuri barisan tempat duduk yang dipenuhi oleh siswa yang sibuk menyemangati tim mereka. Lalu mata Lady terhenti pada seorang pria yang duduk di barisan paling depan, dekat ring basket. Raja, kakaknya sedang duduk bersama seorang siswi yang sangat Lady kenal. Dengan kesal, LAdy menghampiri kakaknya.
“Kak Raja, ayo pulang. Lady udah lapar.” Kata Lady dengan ketus ketika ia sudah berada di depan Raja.
Raja langsung berdiri dan dengan senyum manis ia mengucapkan sesuatu kepada wanita tersebut, lalu menarik tangan Lady ke samping lapangan.
“Kamu gimana sih, Di… Ngak bisa lihat kakak senang sedikit aja.” Raja bicara dengan nada menggeram kepada Lady dan kemudian berbalik tersenyum pada gadis yang tadi duduk di sampingnya. “Kapan lagi kakak bisa dekat sama Tasha, murid paling cakep di sekolah ini. Come on, kamu udah gede, pulang sendiri aja atau telepon Pak Sardi buat jemput kamu kan bisa.”
“Tapi kan Lady maunya pulang sama kak Raja.” Rengek Lady.
“Aduh… Lady, kamu liat sendiri kan kalau kakak lagi sibuk. Udah, pulang aja sendiri. Ini kakak kasih kamu ongkos taksi deh.” Kata Raja sambil mengeluarkan dompet dari saku celananya. Belum juga Raja sempat membuka dompetnya, Lady sudah berlari meninggalkan Raja.
Sudah seminggu terakhir ini, Lady selalu minta diantar pergi dan pulang sekolah oleh kakaknya. Awalnya Raja keberatan karena merasa tidak nyaman kalau harus mengantar Lady, tapi karena Lady dan mama terus membujuk dan memaksa, akhirnya Raja mengalah. Sebenarnya tidak masalah buat Raja karena sekolah mereka sama dan Lady juga tidak pernah telat setiap kali pergi dan pulang sekolah. Bahkan Lady yang selalu menunggu Raja yang jarang tepat waktu.
Sorenya, setelah usai menonton pertandingan basket, Raja sampai di rumah dengan penuh keceriaan. Hatinya begitu gembira karena berhasil mendapat perhatian dari Tasha. Namun kegembiraan itu langsung hilang seketika pembantu di rumah memberitahu Raja kalau Lady masuk rumah sakit.
Raja langsung menggeber motornya menuju rumah sakit tempat Lady dirawat.
“Ma, Pa, gimana keadaan Lady? Lady kenapa?” Tanya Raja begitu ia melihat mama dan papa yang sedang menunggu di depan ruang periksa.
Mama langsung memeluk Raja sambil menangis tanpa mengatakan apa-apa.
Raja semakin panik. “Ada apa sebenarnya?” Tanya Raja
“Lady pingsan sewaktu pulang dari sekolah.” Kata papa.
“Oh.. cuma pingsan. Raja kira ada apa?” Kata Raja sambil menghela nafas. “Lady kan akhir-akhir ini memang sering pingsan, pasti karena suka telat makan. Udah sering Raja bilangin, tapi masih aja bandel. Katanya sih mau diet, padahal udah tinggal tulang ini.” Celoteh Raja tanpa melihat ekspresi mama dan papa yang begitu panik.
“Udah tenang aja, ma.. Lady ngak apa-apa kok.” Hibur Raja ke mama yang masih saja terus menangis.
-------------------------------------------------------------------------------------
“Di, bantuin kakak dong.?” Bujuk Raja dengan wajah memelas.
“Ngak ah, Lady ngak mau.” Tolak Lady sambil menendang-nendang pelan tangan Raja yang memohon sambil memegang kaki Lady yang sedang berbaring di tempat tidur.
“Ayolah, Di.. kamu kan adik kakak satu-satunya yang paling baik. Bantuin kakak sekali ini aja. Kakak janji deh akan lakuin apa saja yang kamu minta.” Raja terus saja membujuk Lady.
“Cape deh punya kakak kayak kak Raja. Kalau ada maunya, pasti deh rayuannya banyak banget. Mau apa sih?” Gerutu Lady yang sedari tadi ngak bisa menyelesaikan membaca komik karena Raja yang terus merengek-rengek seperti anak kecil di kamarnya.
“Ngak macam-macam kok.. cuma bantuan kecil doang.” Kata Raja sambil cengar-cengir.
“Iya, apa?” Tanya Lady sambil melotot, ngak sabar sekaligus kesal melihat tingkah Raja yang norak.
“Tolong dong kasiin surat kakak ke Tasha.” Raja mengulurkan sepucuk surat beramplop biru ke Lady.
Lady langsung tertawa. “Hari gini, kakak masih pakai surat-suratan pacarannya. Ampun deh!” Ledek Lady sambil tertawa geli. “Ogah ah, Lady ngak mau.” Lanjutnya sambil terus tertawa.
“Ayolah… please. Kamu kan sekelas sama dia.. kamu selipin aja langsung ke tas dia. Ngak usah sampai ketahuan orang.”
“Kakak aja sendiri. Lady ngak mau.”
“Kalau kakak bisa, pasti kakak lakuin sendiri. Kamu tahu sendiri kalau sekolah kita kan melarang murid cowo datang ke area murid cewe.” Raja berusaha terus membujuk Lady. “Kalau kamu mau bantuin kakak, kakak pasti akan lakuin apa aja yang kamu minta. Ya, Di? Please.”
Lady akhirnya berhenti dan berusaha menahan tawanya meskipun ia masih ngak kuat kalau harus membayangkan kakaknya berpacaran dengan surat-suratan seperti jaman mama dan papa.
“Benar ya. Kakak akan lakuin apa saja yang Lady minta kalau Lady anterin surat norak kakak ke Tasha.”
“Sip. Deal.” Kata Raja sambil menjabat tangan Lady sebagai tanda perjanjian mereka.
Esok paginya, Raja bersemangat sekali mengantar Lady karena ingin suratnya segera disampaikan ke Tasha. Karena terlalu girang, Raja menggeber motornya dengan sekencang mungkin, padahal sebelum berangkat mama dan papa sudah berpesan supaya Raja lebih berhati-hati.
“Raja, jangan kencang-kencang bawa motornya.” Pesan mama.
“Iya, kasihan Lady kalau kamu kebut-kebutan.” Papa juga turut mengingatkan Raja.
Sampai di sekolah, Raja menurunkan Lady di depan halaman sekolah khusus wanita dan kembali berpesan supaya Lady menyampaikan suratnya kepada Tasha.
Belum sampai 20 menit, Raja meninggalkan Lady, Satpam sekolah sudah memanggil Raja untuk memberitahukan bahwa Lady pingsan di kelas. Raja yang sudah sering melihat Lady pingsan hanya bersikap santai dan berjalan perlahan mengikuti satpam ke ruang UKS sekolah.
“Raja, ibu sudah menelepon orangtua kamu untuk memberitahukan kondisi Lady. Sekarang orangtua kamu sedang dalam perjalanan ke sekolah untuk menjemput Lady.” Jelas Bu Rosi yang menjadi wali kelas Lady.
“Lady baik-baik aja kok, Bu. Dia memang sering pingsan, tapi Lady baik-baik aja. Pasti tadi dia lupa sarapan lagi. Ibu ngak usah khawatir.” Kata Raja ketika melihat wajah Bu Rosi yang terlihat tegang dan khawatir.
-------------------------------------------------------------------------------------
Seminggu setelah kejadian Lady pingsan di sekolah, Lady menjadi jarang ke sekolah dan malah menjadi sering keluar masuk rumah sakit. Mama dan papa meminta Lady untuk lebih banyak istirahat di rumah.
“Enak banget si Lady. Aku juga mau pingsan kayak Lady biar ngak usah sekolah.” Celetuk Raja ketika ia melihat Lady yang sedang tertidur di kamarnya setelah pulang dari rumah sakit.
Mama yang mendengar kata-kata Raja langsung menampar pipi Raja dan menangis.
“Mama kenapa sih, kok Raja ditampar? Memangnya ada yang salah dengan kata-kata Raja?”
“Tentu saja kamu salah, Raja. Kata-kata kamu seolah-olah Lady sengaja dan sedang bersenang-senang. Kamu ngak tahu kalau Lady sedang sakit. Kamu…” kata-kata mama terhenti ketika papa menghentikan kata-kata mama. Mama yang meledak marah karena kata-kata Raja yang cuma bermaksud bercanda membuat Raja semakin bingung.
“Ma…. Pa.. ada apa sebenarnya? Kenapa mama marah sama Raja? Ada apa? Raja benar-benar ngak ngerti sama semua ini.”
“Mungkin sudah saatnya kita kasih tahu ke Raja yang sebenarnya, ma.” Kata papa sambil menghela nafas.
“Kasih tahu apa? Memangnya ada apa sebenarnya? Raja ngak ngerti sama kata-kata papa.”
Mama yang masih menangis hanya mengangguk pelan.
Papa kembali menghela nafas. “Raja, mama dan papa selama ini tidak memberitahu kamu kalau sebenarnya..” kalimat papa terhenti. Papa tertunduk dan matanya mulai merah dan berair.
“Sebenarnya apa, Pa?” Desak Raja semakin penasaran.
“Sebenarnya Lady sakit.” Suara papa bergetar, “Lady sakit..” Kata-kata papa kembali terhenti.
“Sakit apa? Beritahu Raja, Pa...”
“Lady kena Leukemia. Dan sekarang sudah stadium akhir.” Papa berusaha menyelesaikan kalimat tersebut dengan cepat.
Raja terdiam. Langkah kakinya mundur beberapa langkah sambil berusaha menggapai meja yang ada di dekatnya untuk menyeimbangkan tubuhnya yang goyah.
-------------------------------------------------------------------------------------
Hari ini hujan turun begitu deras seolah ikut menangis bersama Raja yang terduduk di depan altar gereja. Genap sudah satu tahun sejak Lady meninggal dunia, tepat di hari ulangtahuunnya yang ke-17.
“Selamat ulang tahun, Lady.” Ucap Raja dengan suara yang bergetar. Raja berusaha menahan air matanya yang sudah berada di ujung pelupuk matanya.
Raja memandangi foto Lady yang diletakkan di depan pot yang berisi abu kremasi tubuh Lady. Wajah itu tampak pucat, namun masih terlihat tersenyum dengan begitu manis. Mata coklat Lady yang indah seolah berbicara bahwa ia sedang bahagia. Foto itu diambil Raja ketika mereka liburan sekeluarga di Bali untuk merayakan ulangtahun Lady. Lady memakai gaun batik dan topi rajutan berwarna putih untuk menutupi rambutnya yang mulai rontok. Raja tak sanggup lagi menahan air matanya yang perlahan mengalir menuruni pipinya.
“Raja, ayo kita pulang, nak.” Ajak mama, “Sudah hampir 2 jam kamu di sini.”
“Sebentar lagi, ma. Raja masih ingin bercerita dengan Lady.” Jawab Raja sambil terus menatap foto yang ada di depannya. Raja ingat kalau Lady sempat menolak ketika akan difoto karena kondisinya yang lemah. “Kamu tetap cantik kok di mata kakak.” Hibur Raja sebelum akhirnya Lady bersedia difoto.
“Raja, ayo kita pulang. Kamu pasti sudah lelah. Kamu kan masih bisa datang lagi besok.” Bujuk papa.
“Tapi… pa, ma, ini hari special. Lady pasti ingin kalau kita ada di sini bersama dia.”
Setelah cukup lama papa dan mama membujuk Raja untuk pulang, akhirnya Raja bersedia untuk pulang.
Sesampainya di rumah, hujan belum juga reda. Hujan seolah memahami hati Raja yang masih sedih akan kepergian Lady. Banyak memori yang lalu lalang di kepala Raja tentang Lady. Raja ingat 3 bulan sebelum Lady meninggal, ia memaksa untuk ikut dengannya ke sekolah memakai motor, padahal biasa Lady selalu diantar jemput dengan mobil. Semua Lady lakukan hanya demi bisa dekat dengan Raja di sisa umurnya yang sudah tidak panjang. Kalau mengingat semua itu, Raja menyesal karena sering membuat Lady menunggu lama ketika akan diantar pulang. Raja selalu membuat berbagai alasan, yang sebenarnya tidak pernah ada hanya untuk membuat Lady tidak ikut bersamanya. Kalau saja Lady, mama dan juga papa tidak menyembunyikan tentang kondisi Lady ke Raja, Raja pasti akan melakukan apa saja untuk bisa menyenangkan Lady, adik satu-satunya.
Raja masih ingin mengenang Lady. Ia berjalan memasuki kamar Lady yang tidak diubah sedikit pun oleh mama. Semua masih sama pada tempatnya. Tak pernah seorang pun mengutak-atik barang Lady, kecuali pembantu yang bertugas membersihkan kamar Lady setiap hari. Raja menghampiri laptop di meja belajar Lady, lalu membukanya. Ini kali pertama Raja menyentuh barang pribadi Lady.
Di dalam laptop Lady terselip sebuah amplop kuning, sama seperti warna barang-barang lain yang ada di kamar Lady. Raja tahu persis kalau Lady sangat suka dengan warna kuning dan hampir semua barang-barangnya bewarna kuning. Sambil tersenyum, Raja membuka amplop tersebut dan mengeluarkan sebuah kertas yang berisi tulisan tangan Lady yang rapi. Setelah menghela nafas panjang selama membaca surat tersebut, Raja kembali ke laptop Lady dan menyalakannya. Sambil menunggu laptop tersebut bekerja, Raja mengingat-ingat kembali semua kenangan bersama Lady di kamar tersebut.
“Kakak ngak boleh pegang-pegang barang-barang Lady ya, apalagi laptop. Haram hukumnya.” Kalimat ini yang Lady ucapkan setiap kali Raja masuk ke kamarnya.
Setelah laptop Lady stand by, Raja melihat foto keluarga yang Lady jadikan sebagai wall di deskstop laptopnya. Foto itu adalah arahan dari Lady. Foto yang menjejerkan Raja, Lady, papa, dan mama secara berurutan berdasarkan tinggi badan. Untuk gadis seumurannya, Lady memang lebih tinggi dibandingkan teman-temannya, bahkan melebihi papa. “Turunan eyang yang gennya ngak nyampe di papa.” Jawab Lady setiap kali ditanya soal tinggi badannya yang di atas rata-rata.
Setelah puas memandangi foto tersebut, Raja memeriksa folder-folder yang ada di laptop kuning Lady. Banyak folder yang berisi foto-foto Lady bersamanya dan juga mama dan papa, foto teman-temannya, foto kegiatan-kegiatannya, dan masih banyak lagi. Semua memperlihatkan keceriaan Lady. Semua itu membuat Raja merasa sangat kehilangan Lady.
Lalu Mata Raja terhenti pada sebuah Folder yang diberi nama yang cukup aneh, “Belum rampung”. Raja membuka Folder tersebut untuk melihat isinya. Ternyata begitu banyak Folder-folder lain yang diberi nama-nama tersendiri di dalamnya. Artikel internet, gambar pendukung, jurnal ilmiah, itu semua adalah judul folder yang ada di dalamnya, dan masih banyak nama folder lainnya. Satu per satu Raja membuka Folder tersebut. Hampir semua berisi data-data tentang pelestarian lingkungan, dari artikel dari internet, majalah dan buku serta foto dan gambar-gambar yang mendukung. Raja membuka folder terakhir. Folder tersebut berisi tulisan-tulisan yang dibuat Lady tentang pelestarian lingkungan yang masih belum sempurna.
Lady memang pernah bercerita kalau ia sedang membuat sebuah artikel tentang pelestarian lingkungan untuk mengugah masyarakat untuk peduli dengan lingkungannya. Ia tidak ingin hanya sekadar menulis, tapi juga menyajikan fakta, data, serta bukti-bukti yang kuat untuk mendukung tulisannya. Lady memang pecinta lingkungan. Sejak SMP, ia sudah aktif dalam organisasi di sekolah untuk peduli lingkungan dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pelestarian lingkungan. Bahkan hingga akhir hidupnya pun, ia masih peduli dengan lingkungan. Lady meminta supaya ia dikremasi karena tidak ingin menghabiskan lahan untuk sekadar menguburkan jasadnya, yang menurutnya, lahan tersebut mungkin bisa digunakan untuk hal yang lebih bermanfaat. Mungkin konyol kedengarannya karena lahan 1x2 meter di daerah perkuburan tidak akan berguna banyak. Tapi itulah Lady, setiap perubahan yang ia ingin ciptakan selalu ia mulai dari dirinya sendiri.
-------------------------------------------------------------------------------------
Tiga bulan kemudian, sebuah paket datang ke rumah dan mama yang menerima peket tersebut.
“Pa, ada kiriman nih, tapi kirimannya aneh.” Panggil mama yang membuat papa dan Raja langsung berlari ke teras depan.
“Ada apa, ma?” Tanya papa dan Raja bersamaan.
“Ini ada kiriman aneh. Untuk Lady.” Kata mama
Papa membuka paket tersebut. Sebuah majalah dan sebuah surat berisi undangan untuk menghadiri acara penghargaan pelestarian lingkungan.
“Ini apaan?” Tanya mama keheranan melihat isi paket tersebut.
“Papa juga ngak ngerti.” Papa juga ikut menjadi bingung melihat isi paket tesebut. “Mungkin ada orang iseng yang mau mengerjai kita aja.”
“Mama dan papa ngak usah bingung. Raja tahu kok dan ini bukan pekerjaan iseng orang lain, tapi ini kerjaan Raja atas permintaan Lady.
Raja membuka halaman majalah tersebut ke bagian pemenang undian dan menunjukkan sesuatu ke mama dan papa. Di situ tertera nama Lady Anindya Putri sebagai juara pertama lomba penulisan karya ilmiah tentang pelestarian lingkungan.
“Mama dan papa masih belum mengerti?” tanya Raja ketika melihat ekspresi mama dan papa yang tampak makin bingung.
“Ma, pa, Lady menang lomba ini.” Raja mencoba menjelaskan sambil menunjuk ke majalah yang memajang nama Lady.
“Tapi bagaimana bisa? Lady kan…” mama tidak menyelesaikan kalimatnya. Isak tangis mulai terdengar dari mama yang kemudian memeluk papa karena tidak sanggup menahan kesedihan. Mama memang tidak pernah sanggup menahan tangis setiap kali mengingat Lady.
“Ma... Pa.. Raja yang mengirim tulisan Lady ke lomba ini.”
“Bagaimana bisa?” Tanya papa yang menjadi semakin bingung.
Raja kemudian menceritakan kalau ia menemukan sebuah surat di dalam laptop Lady. Ia menemukan surat tersebut ketika ia sedang di kamar Lady, sehabis pulang dari gereja setelah merayakan ulangtahun Lady beberapa bulan yang lalu. Isi surat yang membuat Raja berjanji memenuhi permintaan Lady.
‘Kak Raja, aku tahu kakak yang pasti akan menemukan dan membaca surat Lady ini. Lady cuma ingin kakak melakukan sesuatu buat Lady. Lady ingin kakak menyelesaikan tulisan Lady yang belum sempat Lady selesaikan. Lady yakin kakak pasti bisa melakukannya untuk Lady. Lagian kakak juga kan berhutang pada Lady. Kakak pernah bilang akan melakukan apa saja yang Lady minta kalau Lady memberikan surat kakak yang norak ke Tasha.  Semuanya ada di folder yang berjudul “Belum Rampung” di laptop Lady. Terima kasih ya, kak. Love u, Lady.’
Mama yang awalnya sudah tenang, kembali menangis setelah membaca surat yang ditunjukkan Raja.
Raja kemudian berlalu ke kamarnya, meninggalkan mama dan papa yang kemudian membaca karya tulis Lady yang dibantu penyelesaiannya oleh Raja, tulisan yang membuat Lady menjadi juara dalam karya menulis ilmiah.
“Lady, kakak sudah mengerjakan apa yang kamu pesankan. Setidaknya ini hal yang bisa kakak lakukan buat kamu. Semoga kamu bahagia di sana.” Raja berkata dalam hatinya sambil memandang foto Lady yang ia taruh di meja belajarnya. “Sekarang saatnya kakak pergi menjemput pacar kakak. Walaupun menurut kamu, PDKT pake surat itu norak, tapi maknyus hasilnya.”
Raja melompat kecil ke arah lemari untuk mencari pakaian yang pas sebelum pergi kencan dengan pacarnya.
“Tasha, here I come.”