Selasa, 16 Juli 2013

Screening CVs

Sudah 3 bulan lebih diriku hidup dari antara tumpukan CV (lebay mode on), dari yang hand-writing sampai yang canggih. Awalnya, Daku masih mau dengan sabar membaca satu demi satu CV yang masuk, berusaha menghargai semua usaha mereka yang mengirimkan CV, tapi lama-lama "ngap-ngapan" juga baca satu demi satu. Dari yang tulisan rapi dan teratur sampai yang acak-acakan. Apalagi kalau yang datang via pos, pasti ada aja yang ajaib.

Dari CV-CV yang masuk ke kantorku, saya mengobservasi beberapa hal dan mengambil hal yang bisa dipelajari.

Pertama, Entah ada aturan menulis CV dari mana yang mewajibkan menulis CV dengan menggunakan banyak kertas. Ngak GO GREEN banget. Apa ngak tahu ya kalau kertas-kertas itu mengorbankan pohon-pohon. 1 lembar folio bergaris yang biasa dijual di toko bisa dipakai untuk 2 kali menulis, dan itu sudah tidak bolak balik, tapi tetap saja satu lembar tidak dipakai dan menggunakan lembar yang lain. Kalau begitu lebih baik ditulis di atas kertas F4/A4 putih jadi lebih irit kertas. Selalu bete dengan CV yang boros kertas. Prefer yang kirim via email walaupun mata jereng juga bacanya.

Kedua, Pakai bahasa Inggris acak-acakan. OMG, terkadang untuk level tertentu, ngak usah sok deh pakai English. Cuma melamar jadi administrasi atau sekedar sales tidak perlu gaya-gaya pakai Bahasa Inggris, bikin ilfil bacanya. Bukan bermaksud meremehkan, tapi kalau memang tidak mampu mending tidak usah daripada hasilnya ngak jelas. Apalagi kalau cuma buat gaya-gaya-an yang terkadang ketahuan nyontek dari CV orang lain (pas interview, ditanya soal CV-nya, bingung sendiri). Untuk yang level atas juga terkadang suka sok pakai Bahasa Inggris, padahal tidak diharuskan dalam kualifikasi untuk menuliskan lamaran dalam bahasa Inggris. Hasilnya adalah Grammar berantakan, kalimat yang tidak dipahami, dan ngak jelas maksudnya apa (maklum mantan guru bahasa Inggris jadi bawaannya complain kalau menulis dengan jelek)

Ketiga, Bohong. Ini adalah yang paling parah. Beberapa kali, sewaktu interview, calon karyawan sudah lupa dengan CV yang ditulis dan ketika mengisi data, tidak sesuai dengan lamaran yang dikirim. Untuk urusan yang sensitif alias gaji juga banyak yang suka bohong. HR pasti tahu kalau untuk level tertentu, gaji standar yang mungkin diterima karyawan. Beberapa kali, saya interview orang dengan level yang sama dan perusahaan yang sama, tapi mantan karyawannya bisa menyebutkan nominal gaji yang pernah diterima dengan perbedaan yang sangat signifikan berbeda. Ya ampyun, sampai segitu banget merasa diri hebat, bukan jadi terlihat hebat justru bikin perusahaan malas menerima orang yang ngak jujur dan sombong. Apa susahnya ngaku dengan jujur dan apa adanya.

Keempat, CV yang ngak menarik dan susah dibaca. CV seharusnya informatif, tapi malah berisi hal-hal yang tidak jelas. Nasib-nasib kalau hidup dari pekerjaan ini. But always have to thank God. At least, saat ini masih bisa bekerja, meski pekerjaannya rada-rada menyiksa, namun tidak harus menulis CV untuk mencari pekerjaan. One day, pasti akan membuat resume diri sendiri, ini akan jadi contoh untuk tidak mengulang kesalahan yang sama.

Multi Mind VS Multi Tasking

Kerja kalau banyak pikiran sih sudah pasti, apalagi kalau level bukan lagi staff pelaksana lapangan. Tapi kalau juga harus multi tasking dengan pekerjaan fisik juga? Efeknya: Tipes. Banyak pikiran, banyak hal yang harus dikerjakan, rasanya kalau boleh membelah diri, pasti akan membelah diri dalam jumlah yang buanyak supaya semua dapat diselesaikan. Semakin tinggi jabatan seseorang, maka tanggung jawab yang diberikan akan semakin besar, namun bukan berarti semua hal harus dikerjakan sendiri. Jika memang pekerjaan tersebut tidak dapat dikerjakan oleh satu orang saja, maka sudah selayaknya ada pertimbangan untuk menambahkan staff supaya dapat membantu. Lalu bagaimana jika staff yang seharusnya membantu justru tidak berfungsi sebagaimana seharusnya... then you have to be Multi mind and also multi tasking..... Niatnya dibantu jika pekerjaan sudah menumpuk, tapi yang ada hanya menyusahkan. Akhirnya semua dikerjakan sendiri juga. Walaupun lebih lama dan menguras energi, setidaknya tidak makan hati. Nasib.. nasib

Rabu, 01 Mei 2013

Trofi Bergilir (part 3)

Sudah lama sekali tidak menuliskan apa-apa. Seolah "diary" ini terlupakan olehku dan aku pun asik dengan diary versi manual dan abadi. Kisah trofi bergilir Sekarang trofi sudah ada di Tika Sebelumnya sempat singgah di Ulee selama setahun lebih dan Wiwil(see.. betapa lama tidak ter-update lagi blog ini) Perjalanan trofi ini cukup lamban sih sebenarnya.. tapi at least berjalan Trofi ini pun sempat berganti pasangan ketika dititipkan di rumah Ulee dan as I know my friend, kemungkinan hal ini terjadi sangat besar. Hingga saat sampai di Wiwil pasangan trofi sudah tidak sama seperti awalnya. Sebenarnya maknanya sudah hilang tapi still keinginan supaya trofi itu mampir di tempatku... sangat besar :)